Kamis, 28 Januari 2010

Amanah Kepemimpinan dan Kepemimpinan Amanah

Tugas manusia di dunia adalah mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah (pemimpin) sehingga menjadi pemimpin merupakan suratan takdir manusia. Namun demikian, tidak setiap orang dapat menjadi pemimpin puncak suatu organisasi. Karena itu persaingan tidak dapat terelakan dalam menuju kursi pemilihan kepemimpinan puncak tersebut termasuk dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Bangsa Indonesia tengah menghadapi pemilihan pemimpin bangsa, di mana secara definitif telah ditentukan pasangan calonnya, yaitu Susilo Bambang Yudoyono-Budiono, Jusuf Kalla-Wiranto, dan Megawati-Prabowo. Ketiga pasangan calon tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Namun demikian, rakyat harus memilih salah satu dari ketiga pasangan tersebut.
Sebagai panduan, rakyat hendaknya dapat memilih pasangan yang diprediksi mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan bangsa lima tahun mendatang, mampu memberikan suritauladan, mampu memotivasi rakyatnya untuk berprestasi, memegang amanah serta bermindset bahwa jabatan merupakan kerangka pengabdian kepada Allah swt. Persyaratan tersebut disebabkan masyarakat Indonesia dihadapkan pada krisis legitimasi dan motivasi.
Krisis Legitimasi dan Motivasi
Meminjam terminologi dari Jurgen Habermas (2004) dalam bukunya “Legimation Crisis”, krisis legitimasi adalah krisis kepercayaan di mana rakyat kehilangan kepercayaan kepada institusi publik. Kampanye dianggap sebagai suatu masa yang sah untuk mengobral janji. Para kandidat dengan entengnya mengumbar janji akan memberikan pendidikan dan kesehatan gratis, memberikan subsidi kepada para petani, memberikan kredit bunga rendah. Setelah menjadi presiden dan wakil presiden, janji tinggallah janji, pendidikan dan kesehatan tetap tidak terjangkau, harga barang melambung tinggi. Implikasinya rakyat kehilangan kepercayaan bukan saja kepada presiden dan wakil presiden melainkan juga kepada seluruh institusi publik.
Misalnya masyarakat kehilangan kepercayaan pada rumah sakit, puskesmas, dokter dalam menyembuhkan penyakitnya karena ketidakterjangkauan biaya, frustasi tidak segera mendapatkan kesembuhan atau kurangnya informasi tentang pemeliharaan dan pengobatan kepada masyarakat.
Krisis legitimasi ini mengindikasikan kegagalan institusi publik, profesional, dan ilmuwan dalam mentransformasikan iptek ke dalam masyarakat dan melakukan pencerahan kepada masyarakat sehingga membentuk knowledge based society. Bukan tidak mungkin pula, kegagalan tersebut menunjukkan kegagalan institusi publik dalam menemukan iptek (khususnya kesehatan) yang lebih murah, mudah, transparan, dan berguna dalam memecahkan permasalahan masyarakat. Karena dalam knowledge based society, menuntut organisasi dapat menghasilkan produk yang lebih murah, lebih cepat, lebih sederhana, dan lebih berguna kepada masyarakat atau pelanggan seperti diungkapkan oleh Tissen et. al (1998) dalam bukunya “Value-Based Knowledge Management”.
Krisis legitimasi terhadap institusi publik dipicu oleh krisis motivasi intitusi (terutama pejabatnya), profesional, dan ilmuwan di mana komitmen mereka terhadap pekerjaan produktif mulai meredup. Pejabat, profesional, dan ilmuwan kurang memiliki dorongan kuat atau kuasa lebih untuk menghasilkan produk atau pelayanan sesuai kuasa dan potensi yang dimilikinya. Pejabat, profesional, dan ilmuwan kurang memiliki motif berprestasi lebih tinggi, lebih baik sesuai potensi dan peluang yang didapatnya. Mereka lebih asyik dengan rutinitas pekerjaannya. Oleh karena itu Presiden dan Wakil Presiden lima tahun ke depan wajib memiliki kemampuan mereformasi institusi public untuk meningkatkan legitimasinya dan meningkatkan motif berprestasi sumber daya manusianya.
Model Kepemimpinan
Dalam diskursus administrasi dan manajemen telah muncul berbagai model kepemimpinan seperti kepemimpinan mutu, kepemimpinan yang memberdayakan, kepemimpinan visioner, kepemimpinan stratejik, kepemimpinan transfomatif, kepemimpinan air, kepemimpinan Pancasila. Model-model kepemimpinan ini disamping memiliki nilai informasi rendah, kurang teruji, dan segmentif, model-model tersebut juga belum berhasil menghilangkan kehausan masyarakat akan pemimpin panutan yang amanah.
Selayaknya komunitas muslim tidak perlu bingung memilih dan mengimplementasikan berbagai alternatif kepemimpinan tersebut. Komunitas muslim dapat mensuritauladani kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Kepemimpinan Nabi Muhammad saw sudah teruji dan terjaga dalam segala bidang kehidupan.
Ada sejumlah keunggulan dan keutamaan kepemimpinan Nabi Muhammad. Pertama, mensuritauladani kepemimpinan Nabi Muhammad s.a.w. tidak hanya berdimensi duniawi tetapi juga berdimensi ukhrowi, tidak hanya hamblumminnas tetapi juga hamblumminnallah. Segala sikap dan perilaku Nabi Muhammad yang patut disuritauladani merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam. Karena itu mensuritauladani segala sikap dan perilaku Nabi Muhammad merupakan ibadah.
Kedua, kepemimpinan Nabi Muhammad s.a.w. secara empiris terbukti membawa transformasi dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat beradab (civilized). Nabi Muhammad berhasil membangun tatanan masyarakat baru yang teratur dalam bidang pemerintahan, perekonomian, sosial budaya, pertahanan-keamanan dengan penghargaan tinggi kepada hak asasi, menjunjung tinggi persamaan dan nondiskriminasi.
Ketiga, kepemimpinan Nabi Muhammad bersifat kaffah, holistik, multidimensi. Hal ini diakibatkan Nabi Muhammad sudah melakoni berbagai peran sepanjang hidupnya mulai dari kepala rumah tangga, kepala negara, kepala pemerintahan, pemimpin umat (masyarakat) maupun panglima perang.
Keempat, Nabi Muhammad memiliki modal spiritual dan modal sosial yang tinggi dalam kepemimpinannya. Nabi Muhammad membangun nilai-nilai baru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara—dengan pertimbangan, tuntutan dan bimbingan Allah swt serta mereferensi kepada Alqur’an. Nilai-nilai baru itu antara lain: amar makruf nahi mungkar, mencari keridlaan Allah, persamaan dan keadilan.
Nabi Muhammad sudah memiliki modal sosial jauh sebelum beliau menjadi Nabi. Al Amin merupakan gelar yang diberikan komunitas Arab sudah melekat jauh sebelum beliau menjadi rasul. Demikian juga beliau bersifat maksum, terhindar dan terpelihara dari cela, nista dan dosa.
Selain itu Nabi Muhammad juga memiliki sifat-sifat rasul. Pertama, Siddiq (benar dan baik) dalam perkataan maupun dalam perbuatan dan tingkah laku. Sikap dan perilaku nabi selalu dalam tuntunan Allah (asas dan hukum Allah). Kedua, amanah, terpercaya, dapat dipercaya dan selalu menepati janji. Dengan sifat ini maka pekerjaan dilakukan seefektif dan seefisien mungkin. Karena itu Nabi Muhammad merupakan pemimpin yang akuntabel. Ketiga, tablig artinya menyampaikan, tidak mungkin menyembunyikan hal-hal yang diperintahkan kepadanya. Kepemimpinan Nabi Muhammad dilumuri transparansi sehingga dirasakan adil bagi semua umat. Keempat, fathonah artinya cerdas baik secara inteligensi, emosional maupun spiritual dalam menjalankan amar makruf nahi mungkar karena akan melibatkan umat dalam setiap persoalan.
Korupsi Merupakan Kemungkaran
Korupsi telah menjadi musuh nomor satu bagi bangsa Indonesia. Korupsi merupakan “biang kerok” keterpurukan bangsa Indonesia. Karena itu korupsi selayaknya dianggap sebagai kemungkaran yang harus dilawan dan diberantas.
Good governance merupakan konsep yang diharapkan dapat mencegah dan memberantas korupsi. Konsep ini menghendaki agar pengelolaan sumber daya bangsa dilakukan secara lebih efektif-efisen, transparan, akuntabel, partisipatif, adil, taat asas dan taat hukum.
Sayangnya, success story pelaksanaan good governance menjadi barang langka bagi negara-negara berkembang. Dengan demikian, konsep ini menjadi belum teruji secara empiris membawa transformasi suatu tatanan masyarakat di dunia ini.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka diperlukan pemikiran alternatif untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Salah satu alternatif itu adalah mentasbihkan bahwa upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi merupakan ibadah.
Selanjutnya para pemimpin dari berbagai kalangan baik militer, pemerintah, masyarakat, partai, bisnis melaksanakan kepemimpinannya dengan mensuritauladani sifat-sifat Nabi Muhammad. Pertama, pemimpin selayaknya mempraktekkan sifat siddiq dalam kehidupannya. Artinya para pemimpin harus dapat menjaga perkataan, sikap dan perilakunya— agar selalu benar, konsisten, obyektif, selaras dengan rasa keadilan termasuk menepati janji-janji kampanyenya.
Kedua, amanah yang berarti para pemimpin mampu menjaga kepercayaan yang telah diberikan Tuhan dan rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan di negeri ini. Para pemimpin menepati janji kepada rakyat seperti yang telah diikrarkan sebelumnya. Para pemimpin melaksanakan komitmen yang telah dicanangkan sebelumnya seperti meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, pemimpin menjalankan sifat tablig berarti para pemimpin menyampaikan segala sesuatu yang seharusnya diberikan kepada rakyat. Pemimpin tidak boleh menunda-nunda atau menggelapkan sesuatu yang harusnya milik rakyat. Para pemimpin tidak menyembunyikan segala informasi untuk khalayak umum, termasuk penggunaan uang, tender proyek, dan keberhasilan maupun kegagalannya.
Keempat, fathonah berarti para pemimpin itu harus dipilih dari mereka yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual tetapi juga mempunyai kecerdasan emosional dan spiritual.
Sifat-sifat rasul ini jauh lebih teruji daripada konsep good governace. Sifat-sifat tersebut telah terbukti dapat merekonstruksi masyarakat menjadi jauh lebih baik dari kondisi sebelumnya. Bukan saja pada era Nabi Muhammad, melainkan juga pada rasul-rasul sebelumnya. Karena itu jika bangsa Indonesia mau hijrah dari kemiskinan menuju kesejahteraan; dari kecemasan menuju kedamaian; dari kerusakan menuju kelestarian maka setiap pemimpinnya wajib mensuritauladani Nabi Muhammad saw yang telah berhasil mengemban amanah kepemimpinan di dunia ini dengan menjadi pemimpin amanah.

Akadun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar