Kamis, 28 Januari 2010

Manajemen Kehutanan

Jika ada pihak yang mengecap bangsa Indonesia—khususnya pejabatnya—bebal tidaklah salah. Demikian juga apibila ada pihak yang mengatakan bangsa Indonesia keledai adalah lumrah.
Betapa tidak, bangsa Indonesia berulang kali tersandung masalah yang hampir sama setiap tahunnya, kebakaran hutan, langit berasap, impor beras, korupsi, kekeringan, dan sebentar lagi banjir dan longsor. Kontrak karya dengan pihak kapitalis yang mempecundangi Indonesia merugikan bangsa dan lingkungan Indonesia.
Pemerintah kurang memiliki konsep dan alternatif pemecahan masalah tersebut, termasuk penanganan kebakaran hutan. Ironisnya, masalah kebakaran hutan merupakan hal-hal riil, masih dalam kendali manusia.
Meskipun sudah dilaksanakan otonomi daerah, kewenangan untuk mengurus masalah kehutanan ternyata masih berada ditangan pemerintah pusat (c.q Departemen Kehutanan). Bisa jadi ketidakkonsistenan pemerintah pusat dalam menyerahkan urusan kehutanan ini menjadi salah satu pemicu mismanajemen dan pengendalian hutan.
Terlepas dari siapa pengurus masalah kehutanan, ke depan setidak-tidaknya pemerintah memiliki manajemen kehutanan di Indonesia. Perencanaan pengelolaan kehutanan dimulai dengan pendataan luas hutan yang berada di suatu kabupaten/ kota seluruh Indonesia, jenis hutan, siapa pemilik atau pengelolanya.
Data ini harus upgrade terus-menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan lapangan dalam satu database kehutanan Indonesia. Selanjutnya dibuat pemetaan sehingga mudah pengendalian dan pengawasannnya.
Kedua, pengorganisasian pengendali hutan. Di sini perlu dipikirkan secara cermat apakah pengelolaan hutan diserahkan ke daerah atau ditarik ke pusat. Tidak lucu, kalau perizinan usaha kehutanan masih ditangan pusat tetapi pertanggungjawaban pengendalian dan pengawasan dibebankan kepada pejabat daerah.
Tidaklah aneh jika hal ini terus berlangsung maka pejabat daerah tidak mau mengendalikan dan mengawasi hutan. Jika pengendalian dan pengawasan hutan tetap dilakukan pemerintah pusat, jelas hal itu tidak efektik karena rentang kendali terlalu luas. Di samping Departemen Kehutanan tidak lagi memiliki tangan-tangan di daerah untuk melakukan pengendalian dan pengawasan hutan.
Ke depan jika urusannya jelas diserahkan ke daerah maka pejabat-pejabat daerah bidang kehutanan inilah mempunyai kewenangan memeberikan izin usaha kehutanan, pengendalian dan pengawasan hutan. Dengan demikian secara jelas juga dpat ditentuan siapa yang dapat dimintai pertangungjawaban jika terjadi kebakaran hutan atau pengundulan hutan.
Ketiga, jika kewenangan pengurusan dan struktur organisasi pengendali hutan sudah jelas maka pejabat-pejabat yang telah diserahi tugas inilah yang memiliki kewajiban untuk mengendalikan dan mengawasi hutan menurut wilayah kerja dan kewenangannya masing-masing. Mereka inilah yang selayaknya memberikan izin usaha kehutanan, mengendalikan dan mengawasi hutan. Mereka inilah yang dimintai pertanggungjawaban jika sesuatu menimpa hutan di wilayah kerjanya.
Kempat, pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh pejabat dilakukan oleh pejabat terendah sampai tertinggi secara berjenjang sesuai dengan struktur organisasi. Apabila terjadi kebakaran hutan di wilayah X maka dapat dengan mudah menentukan siapa yang bertangggung jawab. Pengusaha mana yang mengelola wilayah itu, siapa operator yang membakar hutan itu, pejabat mana yang bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan tersebut?
Manakala sudah jelas teridentifikasi pengusaha, operator pembakar, dan pejabat yang bertanggung jawab maka berikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Bukan pengusaha atau operator pembakar saja yang harus dijebloskan ke penjara melainkan juga pejabat yang bertanggung jawab di bidang kehutanan juga perlu mendapat sanksi setimpal atas kelalaiannya. Skenario yang sama juga diperlakukan jika terjadi kerusakan hutan atau pengundulan hutan.
Pemberian sanksi kepada pejabat kehutanan diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga para pejabat dapat melakukan tugasnya sebaik-baiknya termasuk menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme. Manakala melaksanakan konsep sederhana di atas saja tidak bisa maka pejabat Indonesia memang benar-benar bebal. Pejabat Indonesia hanya bisa melemparkan tanggung jawab atau mencari kambing hitam atau akal bulus lainnya. Akadun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar